Jumat, 30 November 2012

OTOBIOGRAFI


AKU DAN HIDUPKU

Rumah bersalin “ H A N Y “ di JL. Penegak Raya No 001 Perumahan Rawa Lumbu Bekasi Timur disanalah untuk pertama kalinya  aku menghirup udara segar oksigen, D u n i a nyata.  tepatnya tanggal 2 Oktober 1993.Hari Sabtu jam 12.15 WIB. Dengan berat badan 3 Kg. dan tinggi 48 cm.
Sejak saat itu aku mulai belajar segala hal dari ibuku. Belajar makan, mimi ASI, merangkak,duduk,berjalan hingga bicara.  I  B  U …. B O O O L L L A A  itulah kata-kata pertama yang bisa kuucapkan, hingga akhirnya mulai pandai bicara, bawel, cerewet dan gak sabaran, begitu kata ibu.
Tak terasa … tiba-tiba aku sudah berusia 1 tahun dan ibu ayah ajak aku ke Ramayana untuk sekedar merayakan Ulang tahun pertamaku di area Bom-Bom Car…senengnya… ada fhoto nya lho…
Tahun ke -5 di usia ku, aku mulai minta disekolahkan Taman Kanak-kanak, biar bisa pakek seragam dan sepatu sekolah. Warnanya pink. Wooow gaya sekali aku saat itu. Dengan bangganya aku di antar ayah ke TK.  Ar-Rohmah. JL. Dewi Sartika Bekasi Timur dengan guru pertamaku Ibu Khodijah.
Masa kanak-kanak yang indah. Belajar menulis, membaca , berhitung, menggambar , bernyanyi dan menari. Di akhir tahun sekolah Taman Kanak-kanak  aku diminta tuk membawakan tarian betawi yaitu “ Kicir-kicir “ , tahu apa komentar ketua Yayasan kepada ibuku ? “ Anak siapa sih itu, centil banget … tapi ngegemesin dan lucu ha.ha.ha. “
Kini saatnya aku mulai masuk sekolah Dasar . Enam tahun di Sekolah Dasar ternyata berlalu begitu cepat. Padahal aku baru merasa bisa bermain, ngobrol dengan banyak teman tau-tau dah kelas 6 saja… Prabanita, Sari, Ratih Agnes dan aku sendiri adalah geng 5 serangkai , yang paling eksis dan narsis disekolah Dasar Duren Jaya XIV Bekasi Timur Kota Bekasi.
SMP Islam Raudlatul Jannah adalah sekolah lanjutan pertama swasta yang menjadi sekolah pilihan terakhir karena gagal masuk SMPN I Bekasi. Disanalah aku mulai mengenal dan mengerti arti rasa yang selama ini gak pernah aku rasain… ser-ser-dug…katanya sih cinta…Walau demikian disekolah inilah aku bisa menunjukan prestasi belajar yang sangat baik dibanmdingkan ketika aku di Sekolah Dasar dulu.
Makanya ketika aku akan melanjutkan pendidikan kejenjang Sekolah Lanjutan , Aku malah diterima di dua sekolah Negeri, yaitu SMAN   IV Bekasi dan SMKN 2 Kabupaten Bekasi. Bingung akhirnya, setelah Tanya dan konsul sana-sini akhirnya aku menentukan pilihan untuk sekolah di SMKN 2 Cikarang Kabupaten Bekasi.
Ternyata setelah  1,5 tahun di SMKN 2 Cikarang aku mulai jenuh dan merasa stuck dan pengen balik ke SMAN  IV Bekasi, tapi kata ibu gak mudah ngurusnya, katanya “ Ibu kan gak pernah minta kamu tuk memilih SMKN 2 Cikarang, itu pilihanmu sendiri, jadi bertanggung jawablah sama pilihanmu sendiri   !! “ huh … mau apalagi … resiko tanggung sendiri.
Ternyata iming-iming pak ade buat perpisahan di djogjakarta dan makin eksisnya gang Al Farizi mendorong aku buat semangat lagi sekolah disini. Hingga khirnya L U L U S S S S .
Waduh…problem baru ni…bosen libur dirumah… ikutan tes masuk PT. Toyodenso aja dah…dan lolos dengan mudahnya sampe bikin temen-temenku ngiri, mereka bilang “ Pakek pellet apaan lho … !!!???“, Bukan pellet tapi ajian serat jiwa tau…!!!
Bu…Aku mo ikut tes SNMPTN yah ? kata ibu “ ya udah daftar aja…berapa mang biayanya …? , tapi pilih kampusnya yang di Jakarta aja yach !!”  Ok bu , biayanya 150.000,- rupiah .
Tapi ternyata tes SNMPTN nya gatot, alias gagal total. Pilih punya pilih akhirnya aku terdampar di alam Gunadharma ini. Awal masuk kuliah aku masih lihat-lihat, Tanya-tanya dan mulai cari strategi bagaimana bisa eksis di kampus “ G” itu.
Semester pertama bisa kulalui dengan baik, itu terbukti dengan jumlah IPK ku yang lumayan besar yaitu 3,39.
Namun menjelang Ujian Tengah Semester 2 aku mulai merasakan sakit pada bagian perutku. Dan ibu membawaku ke klinik Dr. Ahmad Rozikin dengan prediksi diagnosa “ sakit Magh”. Tapi setelah obatnya habis perutku terasa sakit lagi hingga uktuk kedua kalinya aku ke Dr. Ahmad Rozikin dan akhirnya beliau menyarankan untuk USG dan konsul pada Dokter ahli penyakit dalam.
Dokter ahli penyakit dalam merujuk aku untuk diperiksa oleh dokter kandungan setelah dia melihat hasil dari USG Radiologinya. Aku belum mengerti penyakit seperti apa yang ada diperutku, hingga akhirnya aku terhenyak sontak kaget ketika Dr. Sutarji menyatakan ini sejenis Tumor yang terletak di Ovarium sebelah kiriku.
Untuk memastikan kebenaran prediksi diagnosanya beliau menyarankan untuk memeriksakan ulang penyakitku ini ke Rumah Sakit Umum Pusat Negeri DR. Cipto Mangun Kusumo.
Serangkaian pemeriksan mulai aku lalui dengan penuh rasa takut dan sedih. Periksa dalam manual,USG , hingga CT Scant ternyata membuktikan adanya kistis dan Tumor di Ovarium sebelah kiriku. Dan akhirnya Dr. Endy menyatakan aku harus di O P E R A S I.
Tepatnya tanggal 14 Juni 2012 hari Senin jam 08.00 – 15.00 WIB aku dioperasi . Lancar berkat do’a yang di munajatkan oleh ayah ibu serta keluargaku yang lainnya. Al Hamdulillah puji syukur ku panjatkan pada Mu ya Alloh atas segala nikmat yang telah Kau berikan.
Setelah 1,5 bulan pasca operasi akhirnya hasil Patologi Anatomiku keluar, dan disana dinyatakan bahwa penyakitku adalah Teratoma Imatur Grad 2, itu berarti aku harus kemoteraphi, gak tanggung-tanggung 6 seri.
Kepedihan hati dan rasa putus asa mulai menggerogoti indahnya hari-hari ku . Ya Robby… Cobaan apalagi ini…bimbinglah hambamu ini untuk menjalani taqdir Mu ya Robb…
Satu kemoteraphy kulalui dengan penuh ketabahan, namun disaat kemo yang ke 2 aku mulai tak tahan, mual,pusing,sariawan , kering, hingga gosong kulitku setelah kemo ke 6. Turun naik,jatuh bangun emosiku yang tak terkendali sering kali membuat aku dan ibu menangis dalam sujudku pada Nya…Ilahi..Asyfi asyfi asyfi anta syafi la syifa’a illa syifa’aka syifaan laa yughodiru saqoma…
Akhirnya setelah penantian panjang yang melelahkan serta pengorbanan yang tak terlukiskan berbuah manis. Hasil USG terakhir menyatakan aku sehat kembali.
Ya Alloh …hamba percaya dengan janjiMU “ Fainnama’al ‘usrii Yusro, innama’al ‘usrii Yusro “ Dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Kau tak pernah Tidur dan melupakan hambamu ini.
Terima kasih untuk ayah dan ibuku, seseorang yang selalu setia mendampingiku selalu, teman-teman kemo ku, teman-teman Al Farizi ku, Teman KA 38 ku serta seluruh keluarga besarku. Terimaksih untuk do’a yang kalian panjatkan serta dukungan yang selalu kalian berikan.
Jazaakumulloh ahsanul jazaa….amiin







Sabtu, 17 November 2012

Busuknya Kebencian


Pada suatu sore di sebuah sekolah dasar ketika para murid kelas 5A sedang bersiap untuk pulang ke rumah mereka masing – masing, tiba – tiba ibu guru menghentikan sejenak mereka sejenak. Ibu guru ingin agar para murid memperhatikan sejenak apa yang akan dia sampaikan sebelum para murid itu pergi pulang. “ Anak – anak, ibu punya sebuah tugas yang harus kalian emban selama seminggu ini ” ujar sang guru dengan suara penuh kepada siswa. “ Tugas apa bu? ” Tanya seorang murid. “ Begini nak ibu mempunyai satu tugas unik untuk kalian. Sambil melanjutkan perkataannya kepada para murid Ibu guru pun mengambil sekardus tomat segar, kantung plastik, kertas, gunting dan spidol dari kolong bangkunya. “ Ini dia, tolong kalian tulis di sebuah kertas nama orang yang sangat kalian benci dan tolong kalian tempel di kantung plastik yang telah ibu bagikan, kemudian kalian isi kantung plastik itu dengan tomat. Isinya sesuai dengan perasaan benci yang kalian miliki kepada orang tersebut. Misalnya saya membenci orang yang bernama Lucky lalu saya tulis namanya di sebuah kertas dan saya tempel di kantung plastik dan saya mengisinya dengan lima buah tomat karena saya nilai dengan jumlah tomat yang sebanyak itu dapat menggambarkan perasaan benci saya. Lalu, ibu minta agar kalian membawa kantung plastik yang berisi tomat ini kapan pun, di mana pun, dan jangan sampai kalian tinggalkan. Saat kalian bermain, belajar atau bahkan disaat kalian pergi ke kamar mandi. Minggu depan semua kantung harap dikumpulkan. Paham anak – anak ?”. “ Paham bu !” para murid menjawab dengan serempak. Para murid pun segera melaksanakan tugas yang telah diperintahkan oleh ibu guru. Setelah itu mereka pun pulang ke pangkuan orang tua mereka masing – masing. Sehari, dua hari mereka mungkin merasa senang membawa tomat itu kemana pun mereka pergi. Namun setelah tiga hari satu, dua tomat pun mulai memperlihatkan kebusukannya. Perlahan – lahan tomat itu membusuk. Para murid pun bingung. Mereka bingung bagaimana caranya melanjutkan tugas ini. Baru saja tiga hari tugas ini diemban namun tomat ini telah menunjukkan kebusukannya. Para murid ini pun mulai risih dengan bau busuk yang tercium dari tomat yang membusuk ini. Belum lagi rasa berat karena harus membawa bungkusan tomat ini di mana pun dan kapan pun. Mereka mulai tidak betah karena harus membawa tomat ini di saat mereka sedang bermain. Hari ketiga, keempat dan kelima mereka lewati. Mulanya hanya satu yang busuk namun sebagian besar tomat yang ada di bungkusan itu pun membusuk dan bahkan ada beberapa siswa yang seluruh tomat kepunyaannya membusuk. Hari keenam dan keetujuh akhirnya tiba saatnya untuk mengumpulkan tugas ini kepada ibu guru. Mereka membawa tugas ini dengan perasaan jijik. Ruangan kelas pun menjadi berbau busuk karena tomat yang mereka bawa. Namun di saat yang bersamaan pula ibu guru hanya tersenyum. Sang pahlawan tanpa tanda jasa ini bahkan terpingkal dengan kelakuan anak didiknya. Murid – murid pun heran dengan sikap guru mereka. Lalu mereka pun bertanya tentang sebab ibu guru tertawa. Lalu ibu guru menjawab “ anak – anak inilah gambaran tentang perasaan benci. Semakin kalian simpan lama – lama maka semakin busuk perasaan itu. Belum lagi dengan berat beban dari perasaan benci itu. Apakah kalian tidak sadar ? perasaan benci ini akan membusuk. Dampaknya pun akan terasa oleh orang sekitar kalian. Mereka akan terganggu dengan perasaan benci yang kalian miliki. Mereka tidak akan simpatik dengan orang yang memiliki rasa benci yang berlebih terhadap seseorang. Jika kalian menyimpan rasa benci ini kepada seseorang yang kalian benci maka lama kelamaan perasaan itu akan membusuk dan jika tidak dibuang kalian akan membawa perasaan itu benci itu sendiri selamanya. Bahkan di saat kalian sedang beribadah dengan tuhan. Kalian menghadap tuhan dengan membawa segenap rasa benci terhadap sesama insan manusia. Kalian tidak malu dengan tuhan ? dia saja maha pemaaf mengapa kita sebagai hambanya tidak demikian?”. Oleh sebab itu anak – anak ibu mau agar kalian tidak membenci dan tidak menyimpan perasaan benci itu di dalam hati kalian. Jika tidak perasaan benci itu akan membusuk dan hati kalian pun akan membusuk pula”. Mulai sejak itu para murid pun saling meminta maaf satu sama lain. Mereka telah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari ibu guru mereka. Sahabat, seperti itulah perasaan benci manusia. Semakin disimpan semakin membusuk. Hati dan perilaku kita pun akan ikut membusuk karena kebencian yang kita simpan. Apalagi jika kalian meluapkan perasaan benci kalian itu, mungkin saja cacian, kata – kata kasar dan hinaan akan kalian tujukan kepada orang yang kalian benci itu. Oleh sebab itu sahabat marilah kita sejenak tenangkan diri kita dan mulailah membuang beban yang selama ini kita simpan. Buanglah perasaan benci yang membusuk itu. Maafkanlah segala perbuatan orang yang kalian benci dan mulailah menjaga kebersihan hati kita. Sahabat rasa benci itu tidak mendatangkan keuntungan apa – apa. Marilah kita saling memafkan satu sama lain dan membuang perasaan benci itu untuk selamanya.

Ciri - ciri seseorang yang mencintaimu


1. Seseorang yang mencintai kamu, tidak bisa memberikan alasan mengapa,ia mencintaimu. Dia hanya tahu, dimata dia, kamulah satu satunya...
2.Seseorang yang mencintai kamu, sebenarnya selalu membuatmu marah, gila,jengkel, stress. Tapi ia tidak pernah tahu hal bodoh apa yang sudah ialakukan, karena semua yang ia lakukan adalah untuk kebaikanmu...
3. Seseorang yang mencintai kamu, jarang memujimu, tetapi di dalam hatinya kamu adalah yang terbaik, hanya ia yang tahu...
4.Seseorang yang mencintai kamu, akan marah-marah atau mengeluh jika kamutidak membalas pesannya atau telp-nya, karena ia peduli dan ia tidakingin sesuatu terjadi ke kamu...
5. Seseorang yang mencintaikamu, hanya menjatuhkan airmatanya dihadapanmu. Ketika kamu mencobauntuk menghapus air matanya, kamu telah menyentuh hatinya, dimanahatinya selalu berdegup, berdenyut, bergetar untuk kamu...
6.Seseorang yang mencintai kamu, akan mengingat setiap kata yg kamuucapkan, bahkan yang tidak sengaja dan ia akan selalu menggunakan kata2itu tepat waktunya...
7. Seseorang yang mencintai kamu, tidakakan memberikan janji apapun dengan mudah, karena ia tidak maumengingkari janjinya. Ia ingin kamu untuk mempercayainya dan ia inginmemberikan hidup yang paling bahagia dan aman selama-lamanya...
8.Seseorang yang mencintai kamu, mungkin tidak bisa mengingat kejadianatau kesempatan istimewa, seperti perayaan hari ulang tahunmu, tapi iatahu bahwa setiap detik yang ia lalui, ia mencintai kamu, tidak pedulihari apakah hari ini...
9. Seseorang yang mencintai kamu, tidakmau berkata Aku mencintaimu dengan mudah, karena segalanya yang ialakukan untuk kamu adalah untuk menunjukkan bahwa ia siap mencintaimu,tetapi hanya ia yg akan mengatakan kata "I LOVE YOU" pada situasi yangspesial, karena ia tidak mau kamu salah mengerti, dia mau kamumengetahui bahwa ia mencintai dirimu...
10. Seseorang yang benar -benar mencintai kamu, akan merasa bahwa sesuatu harus dikatakan sekalisaja, karena ia berpikir bahwa kamu telah mengerti dirinya. Jikaberkata terlalu banyak, ia akan merasa bahwa tidak ada yang akanmembuatnya bahagia dan tersenyum...
11. Seseorang yang mencintaikamu, akan pergi ke airport untuk menjemput kamu, dia tidak akanmembawa seikat mawar dan memanggilmu sayang seperti yang kamu harapkan.Tetapi, ia akan membawakan kopermu dan menanyakan : "Mengapa kamumenjadi lebih kurus dalam waktu 2 hari?" Dengan hatinya yang tulus...
12.Seseorang yang mencintai kamu, tidak tahu apakah ia harus menelponmuketika kamu marah, tetapi ia akan mengirimkan pesan setelah beberapajam. Jika kamu menanyakan : mengapa ia telat menelepon, ia akan berkata: Ketika kamu marah, penjelasan dari dirinya semua hanyalah sampah.Tetapi, ketika kamu sudah tenang, penjelasannya baru akan benar - benarbekerja dan berguna...
13. Seseorang yang mencintaimu, akanselalu menyimpan semua benda - benda yang telah kamu berikan, bahkankertas kecil bertuliskan 'I LOVE YOU' ada didalam dompetnya...
14. Seseorang yang mencintaimu, jarang mengatakan kata - kata manis. Tapi kamu tahu, 'kecupannya' sudah menyalurkan semua...
15.Seseorang yang mencintai kamu, akan selalu berusaha membuat mutersenyum dan tertawa walau terkadang caranya membingungkanmu...
16.Seseorang yang mencintaimu, akan membalut hatimu yang pernah terlukadan menjaganya dengan setulus hati agar tidak terluka lagi dan ia akanmemberikanmu yang terbaik walau harus menyakiti hatinya sendiri...1. Seseorang yang mencintai kamu, tidak bisa memberikan alasan mengapa,ia mencintaimu. Dia hanya tahu, dimata dia, kamulah satu satunya...
2.Seseorang yang mencintai kamu, sebenarnya selalu membuatmu marah, gila,jengkel, stress. Tapi ia tidak pernah tahu hal bodoh apa yang sudah ialakukan, karena semua yang ia lakukan adalah untuk kebaikanmu...
3. Seseorang yang mencintai kamu, jarang memujimu, tetapi di dalam hatinya kamu adalah yang terbaik, hanya ia yang tahu...
4.Seseorang yang mencintai kamu, akan marah-marah atau mengeluh jika kamutidak membalas pesannya atau telp-nya, karena ia peduli dan ia tidakingin sesuatu terjadi ke kamu...
5. Seseorang yang mencintaikamu, hanya menjatuhkan airmatanya dihadapanmu. Ketika kamu mencobauntuk menghapus air matanya, kamu telah menyentuh hatinya, dimanahatinya selalu berdegup, berdenyut, bergetar untuk kamu...
6.Seseorang yang mencintai kamu, akan mengingat setiap kata yg kamuucapkan, bahkan yang tidak sengaja dan ia akan selalu menggunakan kata2itu tepat waktunya...
7. Seseorang yang mencintai kamu, tidakakan memberikan janji apapun dengan mudah, karena ia tidak maumengingkari janjinya. Ia ingin kamu untuk mempercayainya dan ia inginmemberikan hidup yang paling bahagia dan aman selama-lamanya...
8.Seseorang yang mencintai kamu, mungkin tidak bisa mengingat kejadianatau kesempatan istimewa, seperti perayaan hari ulang tahunmu, tapi iatahu bahwa setiap detik yang ia lalui, ia mencintai kamu, tidak pedulihari apakah hari ini...
9. Seseorang yang mencintai kamu, tidakmau berkata Aku mencintaimu dengan mudah, karena segalanya yang ialakukan untuk kamu adalah untuk menunjukkan bahwa ia siap mencintaimu,tetapi hanya ia yg akan mengatakan kata "I LOVE YOU" pada situasi yangspesial, karena ia tidak mau kamu salah mengerti, dia mau kamumengetahui bahwa ia mencintai dirimu...
10. Seseorang yang benar -benar mencintai kamu, akan merasa bahwa sesuatu harus dikatakan sekalisaja, karena ia berpikir bahwa kamu telah mengerti dirinya. Jikaberkata terlalu banyak, ia akan merasa bahwa tidak ada yang akanmembuatnya bahagia dan tersenyum...
11. Seseorang yang mencintaikamu, akan pergi ke airport untuk menjemput kamu, dia tidak akanmembawa seikat mawar dan memanggilmu sayang seperti yang kamu harapkan.Tetapi, ia akan membawakan kopermu dan menanyakan : "Mengapa kamumenjadi lebih kurus dalam waktu 2 hari?" Dengan hatinya yang tulus...
12.Seseorang yang mencintai kamu, tidak tahu apakah ia harus menelponmuketika kamu marah, tetapi ia akan mengirimkan pesan setelah beberapajam. Jika kamu menanyakan : mengapa ia telat menelepon, ia akan berkata: Ketika kamu marah, penjelasan dari dirinya semua hanyalah sampah.Tetapi, ketika kamu sudah tenang, penjelasannya baru akan benar - benarbekerja dan berguna...
13. Seseorang yang mencintaimu, akanselalu menyimpan semua benda - benda yang telah kamu berikan, bahkankertas kecil bertuliskan 'I LOVE YOU' ada didalam dompetnya...
14. Seseorang yang mencintaimu, jarang mengatakan kata - kata manis. Tapi kamu tahu, 'kecupannya' sudah menyalurkan semua...
15.Seseorang yang mencintai kamu, akan selalu berusaha membuat mutersenyum dan tertawa walau terkadang caranya membingungkanmu...
16.Seseorang yang mencintaimu, akan membalut hatimu yang pernah terlukadan menjaganya dengan setulus hati agar tidak terluka lagi dan ia akanmemberikanmu yang terbaik walau harus menyakiti hatinya sendiri...


Cerita Untuk Ayah Part II


“Kau harus bisa masuk ke situ. Itu sekolah paling baik di sini,” ucapnya seraya mengangkat telunjuknya pada bangunan besar itu.
Di luar hujan telah reda. Meninggalkan kabut tipis yang menggantung di udara. Juga hawa dingin yang menembus pori-pori. Kak Adib tak lagi marah padaku. Dia bahkan sempat tersenyum untukku sebelum pergi ke surau. Senyum itu aku sering melihatnya saat langit mulai jingga. Sore hari ketika dari balik jendela ruang tamu Kak Adib melihat Mbak Helsa pulang kerja. Ayah, aku beri tahu satu hal. Kak Adib menyukai Mbak Helsa.
Wajah kak Adib akan berseri lantaran mbak Helsa menyapanya. Pernah suatu kali mbak Helsa datang ke rumah dan ayah tahu apa yang dilakukan kak Adib? Dia tak berani menemuinya. Kak Adib, berpura-pura tidur dan aku tahu itu.
“Mana kakakmu?”
“Kelihatannya sedang tidur. Mau kupanggilkan?”
“Ah, tidak usah. Kita ngobrol berdua saja.”
Aku bisa memahami kak Adib. Pria mana yang tidak jatuh hati pada mbak Helsa. Acap kali dia mengirimi kami kue buatannya. Air mukanya bening, mata besar dengan iris hitam. Tulang hidung yang meliuk panjang, dan lekuk kecil di pipi kirinya saat dia tersenyum. Tapi, apa ayah tahu? Mbak Helsa tidak tahu kalau Kak Adib menyukainya. Itu karena Kak Adib tak pernah memberitahukannya.
Ayah, apakah orang seperti kak Adib tidak berhak mencintai perempuan seperti mbak Helsa? Andai aku mampu berkata pada mbak Helsa betapa kak Adib menyayanginya. Suatu hari, pada  Senin sore yang dingin setelah seharian hujan, mbak Helsa terpeleset. Ayah tahu apa yang dilakukan Kak Adib? Esoknya, saat sisa-sisa hujan tadi malam masih terasa, kak Adib menyapu jalan depan rumah. Membersihkan daun-daun yang licin jika terinjak. Setiap pagi sampai musim hujan berlalu.
Lalu saat Minggu siang, pada musim kemarau dengan sinar matahari yang memanggang punggung. Aku melihat kak Adib mengamati mbak Helsa yang tengah menunggu angkutan umum dari jendela ruang tamu. Aku tengah sibuk mengejerkan PR matematikaku saat tiba-tiba aku mendengar bunyi sesuatu jatuh. Mbak Helsa pingsan.
“Sudah kukatakan padanya untuk tidak pergi. Tapi dia ngotot, katanya hari ini pernikahan sabahabat baiknya. Dia harus datang. Padahal tubuhnya masih lemah, sudah dua hari dia demam,” tutur ibu Mbak Helsa sesaat setelah Kak Adib membaringkan Mbak Helsa di atas kursi ruang tamu.
Seketika itu kulihat wajah kak Adib pucat. Aku dapat merasakan kegelisahan hatinya. Senyum di wajahnya yang tadi pagi kulihat kini memudar, berganti dengan gemetar bibir seorang dewasa yang amat ketakukan akan kehilangan seseorang yang dicintainya.
Setelah lama kami terdiam, pelan kukatan padanya. “Mbak Helsa akan baik-baik saja. Dia hanya demam.”
Apa ayah bisa menduga apa yang terjadi setelah kejadian hari itu? Siang itu matahari bersinar sempurna. Aku takjub melihat gubuk kecil beratap daun kelapa kering tiba-tiba ada di seberang rumahku. Dan aku tahu siapa yang membuatnya, saat aku melihat jempol kiri kak Adib memar kebiruan. Saat aku datang dia sedang meniup-niup jempolnya.
“Jadi, seharian Kakak membuatnya?”
“Bagus bukan?” balasnya singkat seraya  mengibas-ibaskan tangan kirinya.
Ingin kukatakan semuanya pada mbak Helsa. Semua yang telah dilakukan kakakku untuknya. Semua rasa bahagia yang dirasakan kakaku saat bersama mbak Helsa. Semua rasa sakit yang dirasakan kakaku jika satu hari saja Mbak Helsa tak menyapanya. Pagi ini aku dan mbak Helsa duduk di gubuk sembari menunggu angkutan umum.
“Sekarang kita tak perlu takut kepanasan atau kehujanan,” ujarku mengawali pembicaraan.
“Kau benar Afrah. Apa kau tahu siapa yang membuatnya? Baru satu hari aku tak ke luar rumah. Tiba-tiba saja ada gubuk ini.”
Belum sempat aku menjawab dan mengatakan semuanya Kak Adib menghampiri kami. “Kau tahu apa yang akan aku lakukan, jika kau mengatakan semuanya kan?” ujar Kak Adib seraya mengedipkan mata padaku. Tidak ada tanda-tanda dia bercanda. Itu kedipan peringatan.
Ayah, hari ini aku mendengarnya lagi. Kabar bahwa kau meninggalkan kami, mencampakan kami, dan mungkin telah melupakan kami. Bang Jono, si tukang becak itu sering berkata, anaknya si Udin pernah melihatmu bersama seorang anak kecil dan perempuan yang tengah mengandung. Ayah, kau tak usah khawatir. Aku tak memercainya. Mas Udin pasti salah lihat. Itu hanya orang yang mirip Ayah. Jadi, ayah tenang saja.
Dulu ayah berkata, ayah hanya pergi sebentar ke Jakarta? Ayah menjual becak dan memberikan uang hasil penjual pada Kak Adib. Ayah bilang akan pulang setelah tiga hari. Pernahkah ayah mengitung sudah berapa lama ayah pergi? Sudah lima kali Ramadhan ayah pergi. Sadarkah ayah, waktu itu aku baru sepuluh tahun dan kak Adib lima belas tahun? Lalu, sekarang ini apa hidup ayah di Jakarta baik-baik saja? Enakkah hidup di sana hingga tak ada rindu sedikit pun pada kami, juga kampung halaman? Apa ayah makan dengan baik? Apa ada yang menjaga ayah? Di sana ayah kerja apa? Mengapa sama sekali tak ada kabar? Mengapa tak mengabari kami? Apa ayah akan segera pulang?
Waktu umurku dua belas tahun, kak Adib pernah berkata. “Ayah akan pulang, dia hanya sedang tersesat.”
Sulitkah bagi ayah menemukan jalan pulang? Ayah, kau hanya perlu naik bus dan turun di terminal Slawi. Lalu naiklah angkutan umum bercat kuning jurusan Adiwerna. Kalau ayah lelah, ayah naiklah becak menuju desa Pesarean. Atau kalau ayah tak suka naik bus. Naiklah kereta api.
Masih ingatkah ayah dengan rumah yang ayah bangun? Rumah itu masih sama, tak banyak berubah. Ayah masih bisa melihat ayunan di bawah pohon mangga yang dulu ayah buatkan untukku. Pernahkah ayah merindukan saat itu? Waktu ayah memangkuku, duduk di ayunan, dan ayah bercerita Ande-Ande Lumut. Ayah juga masih bisa melihat pohon jambu yang dulu ayah tanaman bersama Kak Adib. Pohon jambu itu kini sudah besar dan telah berbuah. Dengan sangat menyesal harus kukatkan pada ayah bahwa ayah tak bisa melihat si Koko. Jago itu sudah Kak Adib jual untuk membeli sepatu olahraga untukku.
Ayah, meskipun kau tak bisa melihat si Koko. Aku punya sesuatu yang lebih indah untuk kuperlihatkan padamu, Pink Adenium. Mbak Helsa yang memberikannya sebagai hadiah ulang tahunku tahun lalu. Apa ayah pernah melihatnya? Bunga adenium berwarna merah muda bersemu putih, dengan semburat kuning ditengahnya yang terlihat anggun. Kelopaknya sungguh sehalus sutera, cantik sekali. Aku jadi teringat cerita ayah, kata ayah benda yang tepat untuk menggambarkan ibu adalah bunga.
“Mbak Helsa secantik bunga ini. Benar kan Kak?” tanyaku pada Kak Adib ketika kami duduk di teras seraya memandangi adenium yang baru dua hari ada di halam rumahku.
Kak Adib hanya mengangguk pelan. Sempat kudengar dia membuang nafas. Entah apa artinya. Aku tak bertanya lagi tentang pendapatnya.
“Bisakah Kakak berjanji untuk tidak meninggalkanku? Kita rawat bunga itu sama-sama. Janji, ya.”
Setiap hari kutanamankan keyakinan dalam hatiku. Ayah tidak akan melupakan janji ayah padaku. Aku selalu terkenang-kenang waktu itu. Ayah menggendongku setelah kita salat tarawih berjamaah di surau. Ayah bilang akan selalu menjaga kami. Tak akan pergi jauh. Apa ayah tahu? hatiku sungguh sakit jika mengingat hal itu. Ayah tahu kan? Kalau bumi itu bulat. Itu yang membuatku yakin kalau ayah akan pulang. Ayah hanya sedang tersesat. Sejauh apa pun ayah pergi, ayah pasti pulang. Aku percaya itu.
Oya, ayah. Aku lupa menceritakannya padamu. Ini tentang aku yang sudah remaja. Sekarang aku kelas satu SMA. Apa ayah tak ingin melihatku? Dulu saat ayah pergi dari rumah usiaku sepuluh tahun. Berarti sudah lima tahun ayah tak pulang. Bukankah itu waktu yang cukup lama? Sekarang aku bukan gadis kecil lagi. Bisakah ayah bayangkan seperti apa aku sekarang? Aku pikir, aku sangat mirip dengan ibu waktu muda. Dagu runcing dengan bibir tipis seperti milik ibu. Bola mata besar dengan iris kecoklatan dan bulu mata hampir membentuk huruf U serupa milik ibu. Alis mata panjang yang melengkung indah, hidung jambu air, juga rambut bergelombang hitam legam seperti milik ibu.
Aku tak tahu, apakah ini harus kuceritakan pada ayah. Sejujurnya aku sangat malu menceritakannya. Kali pertama bertemu dengannya di koridor sekolah. Waktu itu aku hendak ke ruang mading. Tanpa malu dan ragu, dia mencengkeram tanganku lalu berkata. “Tali sepatumu.”
“Oh, ya terima kasih,” balasku setelah merapikan ikatan tali sepatuku yang sempat terlepas.
Saat aku selesai, dia menatapku untuk beberapa detik. Sempat kulihat dia mengulum senyum dan entah apa yang terjadi dengan hatiku. Sepasang bola matanya memantulkan wajahku di dalamnya. Alis mata tebal seperti bentangan sayap elang. Juga gigi gingsulnya yang membuatnya manis saat dia tersenyum. Semuanya membuat napasku tercekat.
Saat siang tidak terlalu panas dengan bercak tipis awan yang memenuhi langit, itu kali kedua aku bertemu dengannya. Di toko buku dekat sekolah. Aku mencoba acuh tak acuh, tak menyapanya duluan. Sejujurnya aku takut dia tak mengenaliku, tapi aku sangat penasaran  dengan buku yang tengah dibacanya. Dengan ekor mataku aku mencoba membaca tulisan di cover buku itu, hanya kata sea yang bisa terbaca dari tempatku berdiri. Kemudian ketika tatapan pemangsanya kembali menatapku, napasku tertahan.
“Aduh mati aku,” bisikku dalam hati. Aku membeku di tempatku berdiri.
The Old Man and The Sea, karya Ernest Hemingway.“ Seolah mengerti pikiranku dia menunjukkan bukunya padaku.
Ketika hujan bulan Juli pertama turun, kami resmi berkenalan. Dia mengulurkan tangannya padaku. “Aidan…Aidan Javas Ipyana,” katanya. Aku bisa melihat jari-jarinya yang panjang dan kurus. Telapak tangannya terasa dingin. Menyentakkan aliran darah dalam tubuhku. Saat itu terasa olehku, langit begitu biru, rumput begitu hijau, dan rinai-rinai hujan yang memantul di tanah mengeluarkan irama.
Ayah, aku jadi ingin mendengar ceritamu. Bagaiman ayah bertemu dengan ibu? Kapan dan di mana kalian bertemu? Ayah belum sempat menceritakannya padaku. Saat ayah pulang nanti, maukah ayah bercerita untukku?
Tak pernah kehilangan senyumnya, hingga hari itu tiba. Pada suatu pagi dengan kicauan burung untuk mengawali hari. Hari itu, ibu Aidan meninggal setelah sebelumnya koma akibat kanker payudara. Kami takziyah ke rumahnya. Matanya masih berembun saat aku datang. Ayah tahu? sejak hari itu, tak pernah kulihat senyum dari bibirnya.
Sepuluh hari setelah ibunya dimakamkan, saat aku datang ke rumahnya dia tengah menangis. Melihatnya hatiku seperti terparut. Sungguh aku ingin mengahapus air matanya, menyandarkan kepalanya di bahuku, dan berkata semua akan baik-baik saja, tapi aku tak perlu melakukannya. Ayahnya, sudah ada di sampingnya. Menguatkannya. Merangkulnya dan mengelus punggungnya. “Tidak akan ada masalah. Ayah bersamamu.”
Sejak itu dia lebih suka menyendiri dan tak peduli orang lain. Raut muka itu, mengingatkanku pada saat kita kehilangan ibu. Kesedihan dari wajahnya adalah wajah ayah saat itu. Kini kami sama-sama tidak beribu, tapi apa ayah tahu yang membedakannya denganku? Ayahnya tak sekali pun meninggalkannya. Ayahnya, menemani masa-masa remajanya. Ayahnya berusaha membuat dia kembali bersemangat menjalani hidup. Sungguh bukan maksudku membandingkan ayah dengan ayahnya. Aku tahu bahwa cintaku pada ayah tak akan pernah sebanding dengan apa yang telah ayah lakukan untukku.
Sewaktu aku bayi, entah berapa banyak aku menggangu tidur nyenyak ayah. Entah berapa kali tangan ayah yang bersih membersihkan kotoranku. Entah berapa banyak keringat yang ayah keluarkan saat mengayuh becak hanya demi aku anakmu bisa menikmati susu formula. Aku tak bisa menghitung butiran air mata ayah saat ayah bersimpuh di hadapan-Nya untuk mendoakanku. Tak terbayangkan olehku bahwa hati ayah terluka saat aku sakit. Ayah, aku bahkan belum membahagiakan ayah. Pulanglah, Yah. Aku takut tak punya waktu untuk berbakti padamu. Aku janji aku akan menjadi nomor satu. Akan aku lakukan demi ayah. Aku janji.
“Kakak bisa mendengarku? Bangunlah dan minum obat ini.” Pelan kusentuh kening Kakaku dan sekali lagi membangunkannya. “Kumohon Kakak bangun dan minumlah obat.”
Ayah, saat ini kak Adib sakit. Sudah seminggu dia demam, kata dokter infeksi saluran pernapasan atas. Bisakah ayah bayangkan berapa banyak udara beracun yang masuk paru-parunya setiap harinya? Udara yang memenuhi rongga paru-parunya telah terpolusi debu logam dari industri pengecoran dan peleburan logam tempatnya bekerja.
Aku sungguh takut, ayah. Aku takut dia tidak menepati janjinya untuk tak meninggalkanku. Aku sungguh takut. Aku takut sendiri. Aku takut sebatang kara di usiaku yang belia. Benar-benar takut hingga tubuhku gemetar.  Sekuat tenaga kutahan agar aku tak menangis hingga dadaku sesak. Aku ingat hari itu, saat dia berjanji, kami tidak saling menautkan kelingking. Jadi, aku takut dia mengingkarinya.
Ayah tahu? Nomor satu dalam daftar cita-cita kak Adib adalah membelikan ayah mobil supaya ayah tak perlu mengayuh becak atau bersepeda ontel. Jika ayah membaca ceritaku ini, pulanglah dan katakan pada Kak Adib untuk menepati janjinya. Sungguh aku tak mau kehilangannya. Ayah kumohon pulanglah, kami sungguh merindukanmu. Sangat merindukanmu.
:*
TAMAT

Cerita Untuk Ayah Part I


Cerita untuk ayah

“Aku lihat mereka memakainya,” katanya. Dia meyerahkan bando dengan hiasan kupu-kupu pink yang terbuat dari kain flannel kepadaku. Sangat cantik.
“Bisakah Kakak berikan saja untuk Mbak Helsa? Hari ini ulang tahunnya.”
“Aku membelikannya untukmu.  Pakai saja. Kalau tidak mau, buang saja!”
Dia mengambil kaus oblong bekasnya. Menutup mulutnya dengan kaus itu dan segera berlalu dari hadapanku. Dia benar-benar mirip ninja.
Aku memandangnya dengan getir. Dia berjalan menjauhiku. Menuju petak-petak gubuk yang mengeluarkan asap kehitaman. Cerobong-cerobong dan asap yang keluar itu, tak ubahnya monster yang menutupi hamparan langit biru hingga menjadikannya kelabu, kecoklatan, dan kehitaman.
Sering aku berpikir, cukupkah hanya memakai kaus oblong bekas sebagai masker? Jika setiap harinya dia bekerja di peleburan logam. Udara yang dia hisap setiap detiknya sudah terpolusi logam. Aku sungguh mengkwatirkannya.
Ayah, laki-laki dua puluh tahun yang memberikan bando ini, dia kak Adib. Adib Parama Rafif, anak laki-lakimu. Apa saat ini ayah merindukannya? Dia tidak segemuk waktu ayah tinggalkan. Tubuhnya tak ubahnya pohon kelapa yang hangus terbakar. Setiap hari tubuhnya bau asap dan logam.
Dia yang selalu kau usap kepalanya kini tak pernah lagi ke sekolah. Aku masih ingat. Saat itu tahun ajaran baru. Hari pertama kak Adib masuk SMP terbaik, ayah membantunya memasangkan sepatu baru yang ayah belikan untuknya.
“Belajar yang rajin, jadilah anak pintar.” Itu yang ayah katakan padanya.
Apa ayah ingat hal itu? Lalu dengan sepeda ontel, ayah mengantar kak Adib ke sekolah. Masih jelas di benakku, ekspresi bahagia ayah. Juga kak Adib yang tak hentinya memamerkan gigi-giginya yang rata. Anak lak-laki kebanggan ayah. Benarkah ayah tak merindukannya?
Kak Adib, tak sekali pun mengingkari janjinya pada ayah.
Kau tahu ayah? Dia masih tetap belajar. Seringkali saat tengah malam aku terbangun, aku melihatnya membaca kamus bahasa Inggris. Pernah suatu kali melihat bukunya penuh dengan kata-kata seperti yang tertulis dalam kamus. Apa yang dia baca, dia salin ke bukunya. Pernahkah ayah bertanya padanya tentang cita-citanya?
“Apa yang Kak Adib tulis?”  tanyaku yang saat itu masih kelas dua SD sedangkan kak Adib kelas satu SMP.
“Cita-cita. Semua yang aku tulis ini adalah cita-citaku.”
Aku diam sejenak, membaca apa yang ditulis Kakakku. Hingga pada daftar kesepuluh, aku menatapnya seraya bertanya. “Melihat Liberty? Apa itu? ada di mana?”
Kak Adib membuka buku paket bahasa Inggrisnya, menunjukkan padaku gambar patung Liberty. “Ini Liberty, adanya di Amerika. Sangat jauh dari sini.”
Petak-petak gubuk itu masih mengepulkan asap hitam. Membumbung tinggi hingga kubah langit menjadi pekat. Juga suara gemuruh tungku yang menyala hingga 500 derajat celcius. Kak Adib tengah beristirahat di bawah pohon bambu. Seperti biasa, satu gelas soda plus susu ada ditangannya.
Kulitnya hitam, berkeringat, dan mengoarkan bau logam. Tempat peleburan logam tempat dia bekerja telah memudarkan ketampanannya. Betapa dulu dia terlihat tampan dengan seragam SMP-nya. Bahkan sangat tampan ketika dia memakai baju koko saat hendak berangkat ke  madrasah. Kuku-kukunya selalu terlihat bersih. Aroma tubuhnya selalu wangi. Rambutnya selalu rapi dan tangannya begitu lembut.
“Mengapa diam? Ada apa kau kemari?” tanyanya masih dengan wajah dingin tanpa senyum.
“Aku butuh uang untuk beli LKS,” jawabku langsung ke pokok masalah.
Dia merogoh celananya yang penuh debu. Mengambil uang dua puluh ribu dan memberikannya padaku. “Belajar yang rajin dan jadilah dokter.”
Bisakah ayah merasakan betapa lelahnya kak Adib? Setiap hari dia bekerja di tempat peleburan logam tradisional. Tanpa pakaian kerja yang layak. Bergumul dengan asap yang mengandung logam berat. Setiap detik paru-parunya terisi oleh asap berbahaya. Dia pasti sangat susah menarik tarikan nafasnya saat bekerja.
Kau tahu ayah? Aku berbohong padanya. Uang ini akan aku belikan masker untuknya. Bagaimana bisa dia tidak peduli kesehatannya. Kak Adib, dia tidak takut tangannya melepuh, tapi takut aku tidak bisa bersekolah. Dia bukan orang yang takut terkena asma akut, tapi dia takut aku kelaparan. Takut aku tidak memakai seragam sekolah, takut aku tidak belajar, dan takut aku tidak memiliki cita-cita.
Aku memberinya masker yang kubeli saat kak Adib hendak berangkat kerja. “Pakailah saat bekerja,” ujarku.
“Kau tahu kau berbuat salah? Kau membohongiku!” katanya tegas setelah mengambil masker dari tanganku.
Apa ayah pernah melihatnya marah? Barangkali saat ini Kak Adib marah padaku. Sungguh bukan maksudku tidak berkata jujur padanya. Aku ingin dia memerhatikan kesehatannya. Bagaimana mungkin ada seseorang yang tidak memikirkan dirinya sendiri. Ayah, kak Adib bahkan tak pernah membeli baju baru. Uang hasil kerjanya dia belikan buku untukku.
“Jadilah nomor satu. Kau tidak akan direndahkan orang lain,” tutur kak Adib sewaktu memberiku buku Ensiklopedi Sains dan Kehidupan.
“Ensiklopedi? Bukankah ini sangat mahal?”
“Ya, sangat mahal. Maka dari itu jangan malas belajar.”
Ayah aku sungguh terharu. Aku tak menyangka, kak Adib yang hanya lulusan SMP memberiku buku ensiklopedi. Ayah pasti bangga padanya. Dia tak pernah lelah menjagaku. Tak pernah bosan menabung supaya aku memiliki banyak buku untuk aku baca. Terkadang aku merasa bersalah padanya. Sungguh aku telah berusaha menjadi nomor satu, tapi aku hanya bisa menjadi nomor sepuluh di kelas. Aku tak mendapat nilai sempurna untuk matematika, selalu kesulitan menghafal nama-nama latin, juga merasa tekanan darahku naik tiap kali ada pelajaran fisika. Aku juga takut memegang pisau bedah saat praktikum biologi, aku tak suka bekerja dengan mikroskop.
Ingin kukatakan semuanya pada kakakku. Bahwa aku senang bekerja dengan pena dan kertas. Aku suka membuat artikel untuk mading, suka menulis cerita, dan suka menulis puisi. Mataku tak akan lelah meskipun berjam-jam membaca Sang Pemimpi. Tanganku tak akan gemetar meskipun telah kutulis beratus-ratus bait puisi. Ayah, kukatakan satu rahasia padamu. Sebenarnya  aku tidak bercita-cita menjadi dokter. Ayah, salahkan seandainya aku menginginkan menjadi penulis?
Ayah pasti masih ingat. Kak Adib selalu menjadi nomor satu, tak pernah menjadi nomor dua, tiga, empat, atau sepuluh. Dia selalu menjadi bintang kelas. Aku masih ingat apa yang kau katakana padanya, saat Kak Adib pulang membawa piagam peghargaan atas prestasinya.
“Teruslah menjadi nomor satu. Kau tidak akan dinjak-injak orang,” katamu seraya menepuk-nepuk pundak Kak Adib.
Jika ayah melihatnya saat ini. Apa yang akan ayah katakan padanya? Dia menjadi pelebur logam. Setiap hari berkutat dengan berbgai bahan limbah logam. Tutup botol, kawat bekas, onderdil jam rusak, elemen aki atau apa pun yang berbahan baku timah atau aluminium. Tubuhnya harus mampu menahan hawa panas dari tunggku besar dengan panas hingga lima ratus derajat celsius. Tidakkah ayah merasa bersalah padanya? Pernah aku berkata padanya. Hari itu, saat aku lulus SD.
“Kak, aku tak usah sekolah saja. Aku kerja saja, Kakak lanjutlah SMA,” ujarku hati-hati.
“Hapus saja pikiranmu itu. Bagaimana nanti kau mendidik anakmu jika kau bodoh. Kau mau hanya menjadi penjual bakwan?”
“Tapi, Kak…”
“Aku sudah pintar, jadi tak perlu sekolah lagi!” jawabnya gusar.
Tidakkah ayah tersentuh dengan pengorbanan kak Adib? Dia rela tak bersekolah. Dia lebih memilih menjadi pelebur logam supaya aku bisa sekolah. Aku tahu dia rindu bersekolah. Kerap, aku melihatnya membaca buku-buku SMP nya. Pernah saat dia mengantarku, aku melihat matanya lekat memandangi gedung SMA terbaik di kotaku. Pasti dulu dia ingin bersekolah di sana. 

bersambung....